TINGKATKAN ADVERSITY QUOTIENT CIPTAKAN GENERASI  TANGGUH

Oleh :

Dini Hidayati Khaq, S.Pd

SMPN 1 Taman

Email: dinarbhq@gmail.com

 Dijaman yang serba instan seperti sekarang ini, segala sesuatu bisa didapat dengan mudah dan praktis tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga dan fikiran. Kondisi ini menjadikan masyarakat lebih dimanjakan. Misalnya makin maraknya jasa penjualan online, tinggal duduk manis di rumah barang datang sendiri , maraknya aplikasi game online yang lebih menarik dan menyenangkan membuat anak-anak lebih tertarik bermain game daripada mengerjakan projek yang diberikan sekolah, maraknya pilihan menu  makanan siap saji yang menjadikan orang tua tidak lagi memikirkan kandungan gizi bagi anaknya karena tidak mau direpotkan dengan aktifitas memasak,  gaya hidup  seperti sekarang ini tanpa disadari banyak melahirkan karakter-karakter anak yang cenderung manja, malas dan cenderung tidak mau menghadapi tantangan dalam hidupnya. Ketika mereka dihadapkan dengan kesulitan, mental mereka cenderung memilih tidak mau repot dan berlari dari masalah tanpa mau berusaha mencari jalan keluar, cara mereka  mengambil keputusanpun cenderung tidak  produktif artinya keputusan yang mereka ambil justru memunculkan masalah baru yang berdampak lebih besar.

Karakter instan  pada anak  terbentuk karena beberapa factor diantaranya pola asuh orang tua yang cenderung permisif atau menanjakan, kurangnya menanamkan kedisiplinan kurangnya perhatian orang tua, pengaruh kecanggihan teknologi sekarang ini yang bisa berdampak memunculkan gaya hidup yang instan, pribadi yang lemah. Inilah yang dikatakan dengan rendahnya kecerdasan Adversity Quotient.

Apa sih Adversity Quotient?

Menurut Paul G. Stoltz Adversity quotient adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. Menurut Markman (2005) adalah Kemampuan tentang ketahanan individu, individu yang secara maksimal menggunakan kecerdasan ini akan menghasilkan kesuksesan dalam menghadapi tantangan, baik itu besar ataupun kecil dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan mereka tidak hanya belajar dari tantangan tetapi mereka juga meresponnya secara lebih baik dan lebih cepat. Sedangkan menurut Nashoro (dalam blog warisya 2015) AQ adalah kemampuan sesorang dalam menggunakan kecerdasanya untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadap hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Adversity quotient adalah kecerdasan atau kemampuan seseorang dalam menghadapi setiap kesulitan dengan cara mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakan, sehingga mampu bertahan terhadap tantangan yang dihadapinya dan mampu menyelesaikan kesulitan tersebut dengan cara-cara yang bijak.

Mengenal 3 Kategori tipe manusia dalam menghadapi tantangan diantaranya : Quitter jika ia cenderung menghindari tantangan, belajar seadanya serta memilih mundur jika mendapat tantangan. Camper jika ia cenderung sering merasa cepat puas tidak ingin mengambil resiko yang besar serta tidak bekerja dengan maksimal .Climber jika ia cenderung terus berusaha dan berfikir, menerima segala tantangan dengan baik, selalu semangat, dan terus berusaha untuk dapat mewujudkan segalanya.

Kesuksesan adalah tercapainya suatu cita-cita, tujuan dan harapan yang ditempuh dengan perjuangan. Oleh karenanya sang pejuang yang tangguh akan mengarahkan pola berfikir dan tindakannya untuk terus maju meski pada perjalanannya akan menghadapi berbagai kesulitan dan hambatan. Dan sang pejuang tidak akan berhenti sebelum sampai pada kesuksesan yang dicita-citakan, inilah kekuatan Adversity Quotient dalam diri sangat dibutuhkan.

Bangun Kecerdasan Adversity

Kecerdasan AQ dapat dibangun dengan kedisiplinan yang dibiasakan dalam keluarga seperti ibadah tepat waktu, mengembalikan mainan pada tempatnya, mengerjakan tugas-tugas yang sudah dibebankan. Menghindari pola asuh permisif dalam keluarga dengan menerapkan reward and punishment, tidak selalu mengiyakan permintaan anak, menanamkan keberanian menanggung resiko disetiap prilaku yang dilakukan, seperti meminta mengelap minuman yang ditumpahkan, melatih menyelesaikan kesulitan. Memotivasi untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak bahwa si anak pasti bisa melakukan sesuatu. Pembelajaran kepada anak tentang pengalaman figur-figur orang yang sukses menaklukkan kesulitan dalam hidupnya.

 Kemampuan mengelolah  Adversity dapat dilakukan dengan siap berdaya saing, berani berkompetisi, berlomba untuk melatih kepercayaan diri dan siap menerima kekalahan dan mengakui keberhasilan lawan. Menurut Stoltz (2000)

Respon konstruktif (membangun) belajar menghadapi kesulitan dengan mengajak anak selalu bangkit, tidak terpuruk saat gagal/kalah sehingga dapat menumbuhkan kinerja lebih baik. Adanya motivasi, seseorang yang memiliki motivasi yang kuat akan selalu berupaya menyelesaikan kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuannya.

Berani mengambil resiko, menanamkan bahwa setiap keputusan yang diambil pasti mengandung resiko/konsekuensi sehingga mampu merespon kesulitan dengan lebih membangun (konstruktif) dg melakukan perbaikan, berusaha mengatasi kesulitan dengan selalu berusaha berbenah (perbaikan) agar kesalahan yg terjadi tidak terulang. Menanamkan ketekunan dan mau terus belajar.

Menurut Carol Dweck (stoltz,2000) Membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola pesimis. Sedangkan Paul G. Stoltz faktor yang mempengaruhi tumbuhnya kecerdasan Adversity quotient diantaranya : Faktor genetika yang sangat mungkin mempengaruhi perilaku, keyakinan dalam diri sangat mempengaruhi seseorang dalam menghadapi masalah serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup, kemauan untuk mencapai kesuksesan diperlukan tenaga pendorong yang berupa keinginan atau kemauan, karakter seseorang yang baik, bersemangat, tangguh dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses, kinerja merupakan bagian yang mudah dilihat orang lain sehingga dari hasil kinerja dapat di evaluasi dan dinilai.

Kesimpulan tinggi rendahnya kecerdasan AQ dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dari dalam diri dan faktor dari lingkungan  Keberanian setiap langkap hidup dalam mengambil resiko, memiliki kemauan, adanya daya saing, motivasi mencapai sukses, pendidikan yang ditempuh akan mempengaruhi individu dalam memperoleh pengalaman menjalani hidup sehingga akan mengubah pola fikir dan prilakunya, dan faktor lingkungan yang memunculkan pembiasaan.

Penting Untuk Ditanamkan

Kecerdasan AQ memiliki posisi yang penting untuk ditanamkan. Banyak siswa yang

memiliki kecerdasan secara intelektual tinggi (IQ) tetapi masih banyak yang gagal dalam mencapai prestasi belajar dan tidak mampu membuktikan potensi dirinya. Sebaliknya tidak sedikit orang yang memiliki IQ rata-rata justru lebih unggul dalam prestasi belajar. Pada umumnya ketika dihadapkan pada kesulitan dan tantangan kebanyakan dari mereka menjadi loyo dan tidak berdaya, terkadang mereka memilih mundur secara teratur dan berhenti berusaha sebelum tujuannya tercapai, banyak orang yang gampang menyerah sebelum mereka benar-benar meraih kesuksesan, jiwa yang tidak tangguh inilah yang akan membuat anak berhenti belajar dan akhirnya mustahil akan mendapat prestasi belajar.

Semakin bertambahnya usia semakin berat tantangan kehidupan yang akan mereka hadapi. Mereka akan dituntut kedewasaan cara mereka berfikir dan mengambil keputusan  serta sanggup menerima konsekuensi hidup yang meraka pilih.  Oleh karena itu mulai sedini mungkin anak perlu dibekali ketangguhan mental agar mereka dapat menentukan arah masa depannya dan siap menjadi generasi masa depan yang tangguh siap menghadapi tantangan jaman.